Jakarta Indonesia adalah negara dengan ribuan pulau di garis khatulistiwa yang menghubungkan dua kontinen, Asia dan Australia serta Samudera Hindia dengan Atlantik. Sebagai negara kepulauan, 70 persen lautan yang ada adalah sumberdaya yang harus diperhatikan oleh bangsa Indonesia.
Sebagai salah satu wujud perhatian terhadap sejarah bahari Indonesia, dibangunlah Museum Bahari di Jalan Pasar Ikan 1, Penjaringan, Jakarta Utara. Museum ini memiliki sekitar 800 jenis koleksi dengan luas sekitar 7000 meter persegi. Museum dibangun sejak zaman VOC pada tahun 1652.
Sayangnya museum ini sepertinya kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah dan dinas terkait. Hal itu terlihat dari pondasi bangunan balok-balok kayu jati dengan ketebalan 50x50 centimeter yang mulai dimakan rayap.
Saat memasuki museum, pengunjung dengan mudah menemukan bekas-bekas adanya rayap yang menggerogoti balok-balok kayu bangunan tersebut. Tidak hanya itu, gelonggongan balok bekas rayap dapat ditemukan pengunjung di salah satu sudut pelataran bangunan yang diresmikan pada tahun 7 Juli 1977 tersebut.
Beberapa pintu museum yang terbuat dari kayu jati tebal juga tidak berfungsi lagi. Terlihat pula sekitar 4 ruangan besar dan lantai 3 bangunan tersebut kosong. Dulunya ruangan tersebut merupakan gudang yang digunakan oleh VOC saat itu. Saat ini ruangan kosong tersebut terkesan kurang dimanfaatkan.
Selain itu, sejumlah koleksi museum ini dipenuhi debu dan sarang laba-laba. Bahkan ditemukan beberapa koleksi museum seperti miniatur kapal tradisional daerah yang rusak atau patah. Pengunjung juga kesulitan untuk mengidentifikasi sejumlah koleksi karena kurangnya papan keterangan pada beberapa koleksi seperti lukisan dan perahu nelayan tradisional daerah.
Walau pihak pengelola menyediakan jasa pemandu wisata, pengunjung lokal yang hanya 'numpang lewat' jarang sekali menggunakan jasa tersebut meskipun hanya ditarik biaya Rp 35.000 hingga Rp 75.000. Salah satu pengunjung yang ditemui mengeluhkan kondisi museum tersebut.
"Sayang sekali, museum ini lebih terkesan kotor dan kurang terawat. Tiket sih murah, tapi kan bukan berarti tidak dirawat," kata Shifa, pengunjung yang ditemui detikcom di lokasi, Rabu (29/8/2012).
Tiket masuk museum bahari memang sangat murah, hanya sekitar Rp 500 hingga Rp 1.500. Namun dengan jumlah pengunjung rata-rata perbulan sekitar 3000 orang, tetap saja pemasukan museum tidak mampu mempertahankan 'semangat bahari' di museum yang dimiliki pemerintah provinsi DKI Jakarta tersebut.
Kepala Seksi Edukasi dan Pameran Museum Bahari, Irfal Guci, mengatakan kondisi museum dipengaruhi oleh angin laut yang lembab dan minimnya dana perawatan. Padahal 30 persen pengunjung museum yang dilindungi undang-undang cagar budaya tersebut adalah turis mancanegara.
"Perawatan untuk koleksi hanya Rp 20 juta per tahun, padahal ada 800 koleksi di sini. Jadi untuk perawatan kita lakukan secara mekanis bertahap, pertama koleksi, lalu gedung, itu kita lakukan bertahap. Padahal 30 persen pengunjung itu wisatawan asing," ujar Irfal saat ditemui di ruang kerjanya di lokasi yang sama.
(vid/mpr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar