Ingki Rinaldi
PASIR putih, rayuan nyiur melambai, dan hamparan air laut bening menembus permukaan. Ketiganya adalah elemen utama yang segera memanjakan mata tatkala mendekati Pulau Pasumpahan. Pulau mungil ini termasuk dalam wilayah Kelurahan Sungai Pisang, Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kota Padang, Sumatera Barat.
Saat batas daratan terlihat, pemandangan kian memukau. Permukaan laut seperti terbagi tiga. Warna bening di pinggir, hijau di depannya, dan membiru pada bagian yang lebih ke tengah.
Tingkat kedalaman perairan laut di sekitar pulau menjadi penyebab perbedaan warna itu. Pasir putih terlihat jelas di dasar bagian yang bening. Terumbu karang yang mati terlihat dengan jelas patahannya di sekitar dermaga kayu yang lapuk.
Ikan-ikan kecil berkumpul dalam kelompok besar di sekitar dermaga. Dermaga itu memiliki tiang dari batang kayu kelapa. Landasannya terbuat dari balok kusam.
Beberapa bagian dermaga itu ambruk. Jembatan titiannya juga jebol di sana-sini. Batang pohon kelapa yang dibelah diletakkan begitu saja sebagai pengantinya.
Hal itu membuat dermaga sangat riskan digunakan. Tak jauh dari dermaga, terdapat hamparan kecil hutan mangrove. Ikan kecil yang bergerombol dalam jumlah banyak membuat hasrat berenang ke kolong dermaga tak tertahankan. Ikan itu pun seperti berebut diabadikan.
Perahu bermesin tunggal yang ditumpangi Kompas akhirnya didaratkan di tepi pantai, menabrak karang yang lembut dengan perlahan. Setibanya di daratan sebuah pondok kayu menyambut dengan hangat.
Di sebelah utara terdapat bangunan tembok berkamar empat yang tidak lagi terawat. Di bagian belakangnya terdapat bangunan dengan dua kamar tambahan dan sebuah ruang terpisah yang juga terbengkalai.
Sementara agak menjorok ke dalam terdapat sebuah sumur yang dikelilingi terpal penutup seadanya. Tempat mandi dan membilas pakaian ini bersumberkan air payau.
Biota laut beragam
Namun, godaan terbesar saat itu adalah berenang mengelilingi Pulau Pasumpahan seluas sekitar 5 hektar. Butuh waktu sekitar dua jam berenang mengarungi jarak sekitar 2 kilometer untuk mengelilingi pulau dari sisi timur menuju utara dan kembali lagi ke titik semula.
Namun, dengan arus yang tenang dan biota laut yang beragam, rasa capek tergantikan. Gelombang laut yang agak kuat dan berlawanan dengan jalur berenang hanya ditemukan pada sisi barat pulau yang menghadap samudra.
Sepanjang perjalanan, sesekali kita bisa menyelam selama beberapa detik dengan menahan napas. Memburu red lionfish (Pterois volitans), teripang, atau sotong (Sepia sp) untuk diabadikan gambarnya. Namun, tidak untuk dua penyu yang terlihat di sebelah barat. Keduanya terlalu cepat berenang menuju laut lepas dan tak bisa dikejar dalam satu tarikan napas.
Keragaman terumbu karang, sekalipun sebagian besar di antaranya mati, terlihat bertambah di sisi selatan pulau. Letak beragam koloni yang tidak terlalu dalam, 2 meter hingga 3 meter, relatif memudahkan pengunjung untuk mengabadikannya.
Bisa bermalam
Bermalam di Pulau Pasumbahan juga bukanlah persoalan. Malah, saat Kompas berkunjung ke lokasi ini, lebih terasa menyenangkan karena bertepatan dengan momentum supermoon, yaitu ketika bulan berada pada titik terdekat dengan bumi (perigee). Saat itu bulan terlihat 14 persen lebih besar dan 30 persen lebih terang dibandingkan saat ada di titik terjauh (apogee). Malam itu daratan dan permukaan laut tampak benderang disinari rembulan.
Menggelar tenda atau menginap di pondok kayu yang hangat, keduanya adalah pilihan yang baik. Jika membawa kantong tidur, berbaring hingga mata terpejam di dermaga atau di atas pasir pantai juga bukan pilihan buruk. Namun, godaan terbesar di Pulau Pasumpahan tetap adalah menyelam. Apalagi, karakteristik arusnya yang relatif tenang.
Tingkat kedalaman yang bisa dicoba juga beragam. Penyelam Yayasan Minang Bahari, Armed, mengatakan, selain relatif dekat dari Kota Padang, arus yang tenang menjadi keunggulan utama untuk praktik penyelam pemula di lokasi itu.
Namun, penyelam tetap mesti bersiap dengan kemungkinan dekompresi (decompression sickness). Apalagi bila penyelam diserang panik yang bertentangan dengan syarat utama sebelum turun ke bawah permukaan laut, yaitu ketenangan.
Dekompresi disebabkan kadar nitrogen terlarut saat menyelam membentuk gelembung dan menyumbat sistem saraf serta darah. Ini terkait dengan perbedaan tekanan saat di atas permukaan air dan di bawah permukaan air.
Pada kondisi di atas permukaan air, tekanan yang diterima tubuh sebesar 1 atmosfer. Setiap kelipatan 10 meter di bawah permukaan air terdapat penambahan tekanan sebesar 1 atmosfer.
Ketika seorang penyelam terlalu cepat naik dari kedalaman tertentu, gelembung nitrogen itu belum sempat dinetralisir tubuh. Pada saat inilah dekompresi bisa terjadi. Gejalanya serupa dengan serangan stroke dan pada tingkat yang parah bisa berakhir dengan kelumpuhan bahkan kematian.
Untuk menuju permukaan semestinya dilakukan perlahan. Berhenti pada kedalaman tertentu sebelum benar-benar muncul di atas permukaan juga penting diperhatikan. Ini diperlukan guna memberi kesempatan bagi tubuh menetralkan kadar nitrogen dalam darah.
Terumbu karang rusak
Di Pulau Pasumpahan, penyelam juga mesti bersiap dengan pemandangan hamparan terumbu karang yang rusak dan tertutup lapisan sedimen. Endapan sampah rumah tangga juga relatif banyak terlihat pada kedalaman 18 meter.
Pulau Pasumpahan dikuasai oleh hak ulayat warga di Sungai Pisang. Tetua Adat Sungai Pisang Sasti Karman Datuk Rajo Gamu diserahi tanggung jawab mengelola pulau tersebut.
Ia mengatakan, satu tahun terakhir pulau itu cenderung sepi dari kunjungan wisata. Sebab, pulau yang disewa selama 30 tahun sejak 2004 itu seperti ditinggalkan begitu saja.
”Penyewanya meninggal sehingga agak terbengkalai. Oleh ahli warisnya, pulau ini dikuasakan kepada saya untuk pengelolaannya. Namun, sampai hari ini saya belum menemukan investor yang tertarik,” katanya.
Padahal, pulau itu sebelumnya ramai dikunjungi wisatawan asing. Mereka biasanya menambatkan kapal di pulau itu, selain menuju Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Kerusakan terumbu karang secara masif di pulau itu, menurut Sasti, disebabkan beragam hal. ”Bisa ulah pencari ikan yang menyelam dan memakai racun dan merusak terumbu karang. Karena itu, saya minta agar ada pengamanan juga dari aparat karena untuk merusak laut ini bisa dilakukan dengan berbagai cara,” kata dia.
Bagi wisatawan yang ingin mengunjungi Pulau Pasumpahan, dapat menghubungi Sasti terlebih dahulu di Kelurahan Sungai Pisang. Jaraknya sekitar 30 kilometer dari pusat Kota Padang melalui jalan utama menuju Kabupaten Pesisir Selatan.
Di Sungai Pisang, pengunjung bisa menyewa perahu menuju Pulau Pasumpahan yang berjarak sekitar 2 kilometer. ”Harga sewanya Rp 75.000 dengan kapasitas 10 orang,” kata Sasti.
Bila sudah mengenal Sasti dan ingin langsung menunju Pulau Pasumpahan, dari pusat Kota Padang bisa menyewa perahu nelayan di sekitar Pelabuhan Teluk Bayur. Tentu dengan harga sewa yang lebih mahal dan pelayaran yang mencapai 1,5 jam.
Pendiri lembaga perjalanan wisata dan pelatihan Sumatra And Beyond, Ridwan Tulus, mengatakan Pulau Pasumpahan semestinya bisa dikembangkan sebagai kawasan wisata alam. Namun, hal itu harus diikuti dengan pemberdayaan masyarakat sekitar, yakni warga Kelurahan Sungai Pisang, Kota Padang. ”Juga mesti dilakukan dengan melindungi kebudayaan yang ada,” kata Ridwan yang juga pendiri Green Tourism Institute.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar